Tabib Asal Palembang Ini Mampu Mengobati Penyakit Cucu Pendiri Kerajaan Arab Saudi
Tabib Asal Palembang Ini Mampu Mengobati Penyakit Cucu Pendiri Kerajaan Arab Saudi - Selama ratusan tahun, kerajaan Arab Saudi adalah penyebar ajaran Wahabi dalam sebuah kitab Tauhid. Di dalamnya berisikan ajaran tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma wa al-shifah. Selain itu, ajaran ini juga tidak mempercayai hal-hal yang berbau takhayul, bid’ah, dan khurafat.
Namun paradoks itu sempat goyah ketika suatu masa, salah satu cucu pendiri Kerajaan Arab Saudi Muhammad Ibnu Saud bernama Amir Abdullah, putra dari Ibnu Saud terjatuh dari atas kuda hingga kakinya patah. Kisah ini diceritakan oleh ulama besar Indonesia Haji Abdul Karim Malik Abdullah alias Buya Hamka dalam bukunya yang berjudul Mandi Tjahaja di Tanah Sutji.
Karena terpaku dengan ajaran Wahabi, para dokter di Makkah yang memeriksa saat itu menyatakan bahwa cedera kaki sang Amir begitu parah. Jadi satu-satunya jalan agar bisa sembuh adalah memotongnya. Kabar ini tentu membuat gembar seantero negeri apalagi Amir Abdullah telah dipersiapkan sebagai raja di masa depan.
Dalam buku tersebut, Hamka bercerita kabar tersebut sampai ke telinga seorang Tabib asal Palembang, Indonesia yang bermukim di Arab Saudi. Konon, ia menghampiri sang Raja dan berkata, “Dia menyatakan tidak perlu kaki yang indah dari ‘separuh dunia’ itu dipotong. Dijamin,” tulis Hamka.
Mendengar jawaban si Tabib, Raja Abdulaziz tercengang bahkan dokter-dokter kerajaan mencibirkan bibirnya. Si Tabib pun hanya mengeluarkan sebuah rotan. Dia memejamkan mata, mulutnya berkomat-kamit membaca ayat-ayat tertentu sambil mulai mengurut. Namun yang diurut itu bukan kaki, melainkan sekerat rotan yang dia genggam.
Setelah diurut selama tiga hari berutut-turut, kaki itu sembuh dengan sendirinya. Pengobatannya pun sungguh ajaib karena lewat perantara rotan, kaki sang cucu Raja kembali normal, tak perlu lagi diamputasi. Karena penasaran, Raja Arab Saudi pun bertanya,
“Apa itu sihir?” tanya Raja.
“Tidak. Saya tidak ahli sihir,” jawab Tabib.
“Mengapa rotan yang engkau urut bukan kaki Amir?” tanya Raja lagi.
“Amir seorang mulia, tanganku tidak boleh menyentuhnya.”
“Apakah yang engkau baca?”
“Doa kepada Tuhan, dengan iktikad yang putus, dengan tauhid yang khalis (murni), tidak mengharap pertolongan dari yang lain.” Raja dan amir-amir pun heran.
“Tamanna! Katakanlah apa yang engkau suka!” kata sang Raja.
“Kesukaanku hanya satu.”
“Apa?” tanya Raja.
“Semoga Baginda Raja diberi umur yang panjang.” ujar si Tabib.
Dalam buku itu, Hamka menjelaskan, konon Raja memerintahkan tukang urut dari Palembang itu mengepalai rumah sakit kerajaan di Makkah. “Anta tabib, gairak musy tabib (Engkau yang dokter, yang lain itu bukan dokter),” kata sang Raja.
Namun, perintah Raja itu ditolaknya. Sementara, banyak orang Arab mengatakan dukun itu bodoh. Sebab, ia tidak menyahut “tamanna” dengan baik. Bahkan ia pun tidak meminta rumah, mobil, uang, dan sebagainya. Dia hanya ingin agar usia raja dipanjangkan. Menurut Hamka, itu bukan kebodohan, melainkan jiwa asli bangsa Indonesia.
Meski Buya Hamka terkenal dengan buku-buku fiksi romannya, namun bukunya kali ini yang berjudul Mandi Tjahaja di Tanah Sutji adalah buku memoar perjalanan Hamka ketika naik haji pada 1950.
Meski Hamka terkenal menggambarkan sosok seseorang secara detail, tapi tidak dipaparkan saat menceritakan si Tabib urut ini. Yang dilakukan Hamka semata-mata hanya ingin melindungi si Tabib agar tidak dihukum di Arab Saudi sana.
Sumber: Otonomi
No comments: