Presiden Pertimbangkan Revisi UU Terorisme
Presiden Pertimbangkan Revisi UU Terorisme - Pemerintah kini mewacanakan revisi UU Terorisme, menyusul peristiwa ledakan bom dan baku tembak di Starbucks Coffee dan Pospol di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1) pekan lalu. Pertimbangan itu juga disampaikan Presiden Joko Widodo saat menggelar pertemuan terkait terorisme dengan sejumlah kepala lembaga tinggi negara di Istana Negara, Selasa (19/1).
“Pencegahan tindak pidana terorisme dengan payung hukum dalam UU Nomor 15 tahun 2003 dan UU Nomor 9 tahun 2013 apakah cukup memadai untuk melakukan pencegahan terorisme, atau memang perlu direvisi karena perubahan yang sangat cepat dalam ideologi terorisme,” ujar pria yang akrab disapa Jokowi tersebut.
Jokowi juga mengapresiasi aparat keamanan jajaran TNI-Polri serta BIN yang berhasil mengatasi tindakan teror di Jalan MH Thamrin. Menurutnya, aksi cepat aparat tersebut juga mendapat apresiasi dari dunia internasional.
Ia meminta Polri tetap melanjutkan pengejaran terhadap pelaku jaringan teroris terkait peristiwa itu. “Alhamdulillah situasi sudah normal kembali. Oleh karena itu momentum yang ada ini saya ingin mengajak kembali kita mengkaji penguatan instrumen,” kata Jokowi.
Terpisah, Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) mendukung upaya pemerintah melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Wacana revisi sebelumnya pernah dilontarkan pejabat Badan Intelijen Negara (BIN) dan Menko Polhukam.
“Intinya Undang-Undang Terorisme harus diperbaiki supaya mempunyai kekuatan yang dapat memberantas terorisme dalam arti sesungguhnya. Apakah nanti amandemen, atau minta presiden keluarkan perppu,” kata Akom di gedung DPR Jakarta, Senin (18/1).
Politikus Golkar itu menyebutkan, pencegahan maupun pemberantasan aksi-aksi terorisme menurutnya hal mendesak yang harus diperkuat pemeirntah. Apalagi baru-baru ini masyarakat dipertontonkan dengan aksi teror di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin Jakarta yang menewaskan 7 orang dan puluhan luka-luka. “Menyangkut terorisme hal mendesak. (Soal revisi) Saya akan bicarakan dengan seluruh pimpinan fraksi dan aksi teror dimasa yang akan datang tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Saat ditanya apakah dalam amandemen nanti DPR sepakat memberikan kewenangan kepada Badan Intelijen Negara (BIN) menjadi eksekutor para teroris, Ade belum mau berspekulasi. “Belum bicarakan soal itu (usulan BIN),” pungkas Waketum DPP Golkar itu.
No comments: